Camp dan Seminar Nasional Anti Kekerasan Seksual Satgas PPKS Unsur Mahasiswa

Satgas PPKS
Universitas Negeri Surabaya mengadakan Camp dan Seminar Nasional Anti Kekerasan
Seksual Satgas Unsur Mahasiswa, pada Jum’at - Minggu, 3 - 5 Oktober 2023 di
Hotel New Start, Trawas, Mojokerto.
Acara tersebut merupakan program capacity building bagi Satgas Unsur Mahasiswa untuk di jadikan bekal dalam peran menjadi pionir pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampusya masing - masing.
Dalam kegiaan tersebut, Satgas PPKS Unsur Mahasiswa mendapatkan 9 materi yang di sampaikan dengan Narasumber terpercaya. 9 materi tersebut sebagai berikut : Refleksi Permendikbud No 30 Tahun 2021, Manajemen Laporan Kasus Kekerasan Seksual, Trik dan Tips Pendampingan Korban, Kualifikasi Kekerasan Seksual dan Kategorisasi Sanksi, Manajemen Platfrom Sosmed Anti Kekerasan Seksual, Building Networking for Zero Sexual Violence, Cyber Crime Kasus Kekerasan Seksual dan Penanganannya, Peran Mahasiswa dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Sekual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Materi 1 :
Refleksi Permendikbud No 30 Tahun 2021
Materi pertama di Narasumberi oleh Bpk
Iman Pasu Purba, SH., MH. Sebelum masuk ke materi, beliau mengajak untuk
refleksi dan melihat kasus yang akhir -
akhir ini terjadi. Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Kampus, Komnas Perempuan :
Fenomena Gunung Es, 45 Mahasiswi di Bali Jadi Korban Pelecehan Seksual : Pelaku
Mahasiswa hingga Dosen, Pelecehan Seksual di Kampus : Seorang Dosen UNJ di duga
Sexting ke Mahasiswi, dan kasus kekerasan seksual yang lain yang dilakukan di
tempat institusi pendidikan.
Bentuk - bentuk Kekerasan Seksual pada
Pasal 5 Permendikbud 30
Tahun 2021 mengatur secara komprehensif mengenai tindakan apa saja yang
tergolong pada kekerasan seksual baik yang dilakukan secara verbal, nonfisik,
dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Korelasi Permendikbud dengan Pancasila
dan Konstitusi adalah pada Sila ke - 2 dalam pancasila berbunyi “Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab”. ini merupakan perwujudan dari nilai kemanusiaan
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, bahwa manusia merupakan makhluk yang berbudaya,
bermoral, dan beragama. Kemudian Pada Pasal 28G ayat (1) Setiap orang berhak
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan
dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan
hak asasi.
Permendikbudristek
No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di
Perguruan Tinggi (selanjutnya di singkat Permen PPKS) berupaya : Pemenuhan Hak
Pendidikan Setiap WNI, Penanggulangan Kekerasan Seksual dengan Pendekatan
Institusional dan Berkelanjutan, Peningkatan Pengetahuan tentang Kekerasan
Seksual, Penguatan Kolaborasi antara Kemendikbudristek dan Perguruan Tinggi.
Prinsip - Prinsip PPKS dalam
Permendikbudristek Pasal 3 di laksanakan dengan : a. Kepentingan terbaik bagi
korban, b. Keadilan dan kesetaraan gender, c. Kesetaraan hak dan aksebilitas
bagi penyandang disabilitas, d. Akuntabilitas, e. Independent, f. Kehati -
hatian, g. Konsisten, h. Jaminan Ketidak berulangan.
Prinsip - Prinsip PPKS dalam UU TPKS
Pasal 2 tentang Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Seksual di dasarkan pada
asas : a. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia, b. Nondiskriminasi, c.
Kepentingan yang terbaik bagi Korban, d. Keadilan, e. Kemanfaatan dan, f.
Kepastian Hukum.
Prinsip - Prinsip PPKS dalam PMA
(Peraturan Menteri Agama) PPKS Pasal 3 dilaksanakan dengan : a. Penghargaan
atas harkat dan martabat manusia, b. Nondiskriminasi, c. Kepentingan yang
terbaik bagi Korban, d. Keadilan, e. Kemanfaatan, f. Kepastian Hukum.
Kode etik
penanganan kasus : Menjamin kerahasiaan identitas pihak yang terkait langsung
dengan laporan, Menjamin keamanan Korban, Saksi, dan / atau Pelapor, Menjaga
independensi dan kreadibilitas Satuan Tugas.
Selubung Kultural Kekerasan Seksual :
Menyalahkan korban atau Victim Blamming, Self Blamming, Tuduhan Palsu atau
False Accusation, Pembebanan Pembuktian, Kelumpuhan Sementara atau Tonic
Immobility.
Materi 2 :
Manajemen Platfrom Sosmed Anti Kekerasan Seksual
Materi kedua di sampaikan oleh Bu
Putri Aisiyah, S.Sos., M.Med.Kom. Pada materi tersebut Bu Putri mengajak
peserta untuk melihat track kasus tentang kekerasan seksual yang di alami oleh
salah satu mahasiswi di UGM yang mencuat ke publik.
Dengan melihat berita tersebut kita
bisa mengetahui bahwasannya media sosial memiliki beberapa peran, antara lain
yaitu : Media sosial sebagai informasi, Sosialisasi, Edukasi, Penanganan, dan
Pencitraan.
Bagaiamana Membuat Publisitas yang
Baik? a. Tentukan Tujuan & Kenali Audiens (Publik Internal dan Publik
Eksternal), b. Mau Bicara & Media Apa Yang Akan Digunakan (Buat poin - poin
yang ingin di sampaikan, Tentukan media yang akan di gunakan, Buat draft, Bahas
di Internal Satgas, Cek kata per kata, kalimat per kalimat, jika perlu diskusi
dengan ahli bahasa, ahli semiotika, dan ahli hukum), c. Ukur Dampak Pesan (Cek
komentar, Cek Pemberitaan di media, Minta Feedback / Umpan balik dari audiens,
Buat evaluasi berkala).
Pedoman Menghadapi Media oleh Cutlip,
Center & Broom : Bicaralah dari perspektif kepentingan publik, bukan
perusahaan, Tulislah berita yang mudah di baca dan berguna, Jika
tidak ingin pernyataan di kutip, sebaiknya tidak usah dikatakan, jangan
gunakan “off the record”, Jangan berdebat dengan jurnalis, sebab
bisa jadi anda akan kehilangan kontrol diri, Nyatakan fakta paling
penting di awal, Jika ada pertanyaan yang menyinggung atau tidak anda sukai,
maka jangan ulang pertanyaan tersebut dan jangan menunjukkan ketidaksukaan
anda, Jika jurnalis memberi pertanyaan langsung, maka berilah jawaban langsung,
jangan memberikan informasi sukarela yang akhirnya menjadi bluder bagi
anda di kemudian hari, Jangan lakukan press conference kecuali anda punya
sesuatu yang bernilai berita.
Hal yang sebaiknya dihindari :
Mengirim publisitas terlalu sering (ini untuk menghindari kejenuhan media dan
khalayak) kirim informasi yang benar - benar layak tayang, Terjebak pada
strategi press agentry (menggunakan berbagai cara untuk menciptakan berita dan
merebut perhatian media) prinsip utamanya hanya meraih popularitas.
Materi 3 :
Klasifikasi dan Kategorisasi Sanksi Kekerasan Seksual
Hari kedua pelaksanaan Camp Nasional Anti Kekerasan
Seksual Satgas PPKS Unsur Mahasiswa, dibuka dengan pemaparan materi oleh Iman
Pasu Purba, SH., MH. tentang “Klasifikasi Kekerasan Seksual dan Kategorisasi
Sanksi”. Pak Iman menguraikan salah satu kasus kekerasan seksual yang
dilakukan oleh Wakil Rektor di sebuah Perguruan Tinggi. Para peserta lantas
diarahkan untuk mendiskusikan rekomendasi sanksi yang tepat bagi pelaku.
Dalam
menentukan sanksi, terdapat sejumlah pertimbangan yang perlu diperhatikan,
antara lain: (1) Kualitas perbuatan diukur dari dampak yang diterima oleh
korban, (2) Jumlah korban dan jenis kekerasan seksual yang dilakukan, (3)
Potensi keberulangan kekerasan seksual, (4) Harapan atau keinginan korban, (5)
Harkat dan martabat lembaga yang biasanya berkaitan dengan kasus viral, (6)
Pengakuan dan kerjasama dari terlapor, serta (7) Budaya hukum dan nilai
kearifan.
Sebagai penutup, Pak Iman juga menjelaskan format surat
rekomendasi sanksi yang digunakan oleh Satgas PPKS Unesa. Dimana surat tersebut
diisi berdasarkan berita acara dengan mencantumkan data terlapor dan inisial
korban, kronologi kasus, serta barang bukti. Jika hanya ada keterangan korban
tanpa adanya barang bukti, maka bisa diperkuat dengan asesmen forensik atau
pemeriksaan visum. Lalu pada bagian kesimpulan, disebutkan perbuatan terlapor
sekaligus undang-undang yang telah dilanggar, serta rekomendasi sanksi
dilengkapi dengan landasan hukum. Apabila berkaitan dengan peradilan kode etik,
maka perlu adanya penyelarasan dengan kaidah PPKS.
Para
peserta tampak antusias untuk bertanya dan saling berbagi pengalaman. Satgas
PPKS unsur mahasiswa dari Universitas Negeri Jakarta mengajukan pertanyaan
terkait cara menarasikan keterangan korban secara objektif. Menurut Iman,
terdapat dua hal yang perlu diperhatikan untuk mengatasi masalah tersebut,
yaitu integrasi antar pihak dan pengukuran hukum kausalitas.
“Penting
untuk mengukur hukum kausalitas antara laporan korban dan rekomendasi sanksi
bagi pelaku. Sehingga jika keterangan korban dirasa kurang lengkap atau tidak
meyakinkan, maka diperbolehkan untuk menggali informasi dari saksi lain.
Walaupun kita berkomitmen untuk pro korban, tapi yang paling utama adalah
kebenaran. Jangan sampai termanipulasi oleh cerita korban,” jelas Pak Iman.
Sementara Satgas PPKS Unsur mahasiswa dari Universitas
Diponegoro menceritakan sebuah kasus kekerasan seksual yang terjadi di
kampusnya. Pelaku merupakan seorang dokter di rumah sakit yang berada di bawah
pengelolaan kampus. Pada awalnya, pelaku bersikap kooperatif saat pemanggilan
pertama. Tetapi pada pemanggilan kedua, keterangan pelaku berbeda. Hal ini
dikarenakan pelaku telah menggandeng pengacara untuk mengatasi permasalahannya.
Lalu ketika pelaku tersebut akan diberi sanksi, ia justru menggugat pihak
kampus. Iman menanggapi kasus tersebut dengan menyatakan bahwa peradilan dari
kampus didasarkan pada kode etik, bukan perdata atau pidana. Ketetapan Rektor
berdasarkan rekomendasi sanksi, yang mana itu bukan putusan. Sehingga ketika
terlapor menggugat, maka diserahkan pada Pemerintah.
Materi 4 :
Manajemen Laporan Kasus Kekerasan Seksual
Materi hari kedua pelaksanaan camp
nasional ini di bawakan oleh Pak Iman Pasu Purba, SH. MH dan Fahmiatul Ilmiah
(Satgas PPKS Unsur Mahasiswa)
Kasus KS
tidak hanya berdasarkan laporan tetapi juga berdasarkan pemantauan. Semua
diperlakukan sama agar tidak menimbulkan kecurigaan atau kecemburuan sosial.
Mekanisme
menangani pelaporan kasus :
1. Penerimaan laporan
Dalam
menerima laporan, buat fasilitas senyaman mungkin. Agar mereka yang mau
melaporkan tidak merasa dipersulit. Yang melapor tidak harus korban, tapi boleh
pendamping. Sounding rektor untuk memberikan kewenangan terhadap Satgas PPKS
dalam menangani kasus.
Dala menerima
laporan, Satgas perlu melakukan : Identifikasi korban atau saksi, Penyusunan kronologi KS, Pemeriksaan dokumen atau barang bukti, Inventaris kebutuhan korban, Pemberian informasi terkait hak
korban, mekanisme penanganan, risiko yang mungkin dihadapi, dan rencana
mitigasi risiko.
2. Pemeriksaan
Sebelum
pemeriksaan, perlu ada surat pemanggilan, notulensi, serta surat non-aktif
terlapor. Pemeriksaan terhadap korban, saksi, dan terlapor, namun dilakukan
secara terpisah dan tertutup (bisa dikakukan secara daring). Perlu menyediakan
pendamping dan pemenuhan akomodasi bagi penyandang disabilitas.
3. Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Satgas PPKS berdiskusi berdasarkan hasil pemeriksaan untuk menentukan
kesimpulan, Sretelah itu Satgas PPKS menyusun rekomendasi yang berisi :
Pemulihan korban yang berkaitan dengan hal - hal kebutuhan korban yang telah
mendapatkan persetujuan korban, Sanksi terhadap pelaku, Tindakan pencegahan
keberulangan, Kemudian rekomendasi di berikan kepada Pimpinan Perguruan Tinggi
dan di tindaklanjuti dalam bentuk tindakan, Jika terlapor tidak terbukti
melakukan kekerasan seksual, maka Satgas PPKS perlu untuk menyusun rekomendasi
pemulihan nama baik terlapor, Pemulihan nama baik terlapor bisa di lakukan
dengan penerbitan surat permintaan maaf dari Pimpinan Perguruan Tinggi dan /
atau pemulihan hak - hak terlapor yang hilang atau di tangguhkan sebagai akibat
dari proses pemeriksaan.
4. Pemulihan
Meliputi beberapa tahapan seperti :
Persiapan pemulihan (Perlu melakukan assesment terhadap kebutuhan korban agar
sesuai degan kebutuhan kondisi yang dialami korban), Perencanaan tindakan
pemulihan (Fisik, Psikis, Seksual, dan Sosial) yang perlu di sampaikan ke
korban, Pelaksanaan pemulihan (Tindak lanjut dari perencanaa, dimana melakukan
pelaksanaan pemulihan yang telah di sepakati bersama dengan korban), Pemantauan
pemulihan (Perlunya monitoring proses pemulihan yag telah di lakukan untuk
memastikan program pemulihan telah berjalan optimal), Tahap akhir (Melakukan
assesment untuk memastikan kondisi korban telah siap kembali).
5. Pencegahan keberulangan
A. Pencegahan
dengan pembelajaran :
- Pembuatan buku saku yang dapat dengan
mudah diakses oleh seluruh unsur kampus.
- Melakukan
edukasi pada setiap individu atau civitas akademika yang dilakukan secara
menyeluruh dan masif.
-
Mengembangkan metodologi pembelajaran
B. Pencegahan
penguatan tata kelola
-
Penyempurnaan kebijakan PPKS
- Penyusunan
pedoman PPKS (SOP, Pertor, Kode Etik, dll)
- Sosialisasi
berkala terkait kebijakan PPKS
C. Pemasangan
tanda informasi
- Pencantuman
layanan aduan kekerasan seksual yang di sebar dalam bentuk poster, flyer, atau
sosial media
- Peringatan
anti kekerasan seksual
D. Penguatan
budaya komunitas
- Komunikasi,
informasi, edukasi berkala tentang PPKS kepada seluruh civitas akademika.
Materi 5 :
Trik dan Tips Pendampingan Korban
Materi ketiga di hari kedua
pelaksanaan Camp Nasional ini di sampaikan oleh Prof. Dr. Mutimmatul Faidah,
S.Ag., M.Ag dan Fadila Dian Wardani (Satgas PPKS Unsur Mahasiswa)
Pentingnya memberikan pendampingan
pada korban dengan segera : Mengurangi dampak negatif dari pengalaman
traumatis, Menguatkan fungsi adaptif dari korban jangka pendek maupun panjang,
Mempercepat proses pemulihan dari korban.
Prinsip dasar
mendampingi korban :
Look (Melihat)
“Melihat dengan kasih, penuh
perhatian sehingga korban merasa lebih nyaman. Karena korban tentu datang ke
Satgas PPKS dengan rasa ketakutan. Jangan dilihat dengan melotot atau penuh
intimidasi”
Listen (Mendengar aktif)
Tidak hanya mendengarkan, tapi juga
secara aktif mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa menyela perkataan
korban. Ketika memberi feedback pun perlu kehati-hatian agar tidak menyakiti
perasaan korban. Peran Satgas PPKS untuk korban itu untuk mendengarkan, tetapi
kepada pelaku boleh memancing atau menggali informasi secara dalam. Sentuhan
tidak masuk pada langkah awal pendampingan korban, karena dapat memicu
traumanya kambuh.
Link (Hubungkan)
Menjalin hubungan dengan baik agar
korban merasa diterima. Lalu memberikan informasi yang diperlukan oleh korban,
seperti hak maupun layanan yang dapat diakses. Menghubungkan korban dengan
beberapa alternatif penyedia layanan penanganan kasus kekerasan seksual. Selain
itu, dukungan juga penting bagi korban dalam masa pemulihan.
Keterampilan Dasar Pendamping :
1. Perilaku non-verbal
2. Kemampuan observasi, membaca
perilaku non-verbal korban
3. Mendengarkan aktif
4. Menenangkan korban atau berempati
5. Pro korban
6. Mmapu bekerja atau membenatu tanpa
pamrih
7. Memiliki pengetahuan tentang
kekerasan seksual dan keterampilan dasar dalam pendampingan.
Pertanyaan Pertama : Korban mengalami pelecehan seksual dari dosen. Lalu
diarahkan untuk BAP dengan Satgas PPKS unsur mahasiswa. Bagaimana membangun
kepercayaan terhadap korban? Bagaimana menyikapi korban yang responnya santai
atau bahkan tertawa? Sampaikan apa yang menjadi kekhawtiran korbn sejak awal.
Karena kerahasiaan korban merupakan amanah atau komitmen Satgas PPKS. Bisa
didampingi dengan unsur mahasiswa. Kunci kekerasan seksul adalah
keterpksaan, dimana korban akan menunjukkan sikap tidak suka. Namun, ketika
korban justru bersikap santai bahkan tertawa, maka perlu dipastikan tujuan
pelaporan. Untuk mencegah keberulangan, tetap ada pemanggilan dn pemeriksaan
terhadap pelaku.
Materi 6 : Building Networking for Zero Sexual
Violence
Materi ini di
sampaikan oleh Bu Putri Aisiyah, S.Sos., M.Med.Kom. Beliau menjelaskan
bahwasannya Satgas
PPKS
disebut sebagai panasea, padahal aslinya babak belur. Karena melalui berbagai
tntangan. Misalnya ketidakpercayaan korban terhadap Satgas PPKS, para dosen,
tendik, dan pimpinan kampus yang belum memiliki kesadaran pro korban.
Satgas PPKS
dalam menangani kasus kekerasan seksual berjejaring dengan pihak lain, sehingga
tidak berjalan secara mandiri. Tugas Satgas PPKS sangat berat karena
berhubungan dengan penanganan diri orang lain. Dimana korban tentunya saat
lapor memiliki harapan tertentu, ketika saat lapor harapannya tidak
dipenuhi maka ia akan lebih hancur.
Identifikasi
pihak-pihak yang perlu diajak berjejaring dengan Satgas PPKS, Para konselor yang mendampingi juga butuh healing, Kita tidak tahu
persis apa yang dirasakan oleh korban, tetapi kita harus tetap berpikir rasional agar tidak terpengaruh dan larut secara
emosional.
Membangun trust bukan pekerjaan sehari dua
hari, tetapi membutuhkan waktu yang lama. Berjejaring tidak harus dengan menghasilkan uang, kita bisa bertemu atau
dipertemukan dengan orang-orang yang memiliki semangat atau tujuan yang sama.
Materi 7 : Peran
Mahasiswa Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan
Tinggi
Hari ketiga kegiatan Camp Nasional
Satgas PPKS Unsur Mahasiswa, pada tanggal 5 Oktober 2023 di Hotel New Start,
Trawas, Mojokerto. Materi Bedah Kasus Kekerasan Seksual Berbasis
Elektronik ini di sampaikan oleh Bapak Veriyanto Sitohang selaku Kepala Komnas
Perempuan.
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual dilaksanakan dengan prinsip :
a.
Kepentingan terbaik bagi Korban
b.
Keadilan dan kesetaraan gender
c.
Kesetaraan hak dan aksesibilitas
bagi penyandang disabilitas
d.
Akuntabilitas
e.
Independen
f.
Kehati - hatian
g.
Konsisten, dan
h.
Jaminan ketidakberulangan
Sasaran Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual :
a. Mahasiswa
b. Pendidik
c. Tenaga
Kependidikan
d. Warga Kampus
e. Masyarakat
umum yang berinteraksi dengan Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan
dalam pelaksanaan Tridarma.
Pencegahan Kekerasan Seksual oleh
Mahasiswa meliputi :
a.
Membatasi pertemuan dengan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan secara individu : di luar area kampus, di luar
jam operasional kampus, dan / atau untuk kepentingan lain selain proses
pembelajaran, tanpa persetujuan kepala/ketua program studi atau ketua jurusan.
b.
Berperan aktif dalam Pencegahan
Kekerasan Seksual
Karakteristik khas dalam pelaporan
kasus Perguruan Tinggi :
a.
Tidak segera karena khawatir dengan stigma sosial
b.
Merasa minim dukungan
c.
Ada relasi kuasa antara pelaku korban
d.
Ada ancaman serta tekanan
Yang harus kita lakukan dalam pendampingan korban
a.
Keselamatan korban
b.
Non diskriminasi
c.
Persetujuan / informed consen
d.
Kerahasiaan (memastikan memberikan kasus tersebut kepada pihak yang rasional dan bisa
di pertanggung jawabkan)
Risiko Tugas PPKS :
a. Satuan Tugas
PPKS dapat menghadapi konfrontasi dari pengalaman traumatis yang dialami Korban
b. Satuan Tugas
PPKS dapat menghadapi situasi yang dinamis, tidak selalu dapat diprediksi
c. Memiliki bias
pribadi yang membuat pengalaman korban rasa personal
d. Ancaman
keamanan dari terduga pelaku
e. Pelibatan
energi dan emosional yag besar sehingga sangat mugkin untuk mempengaruhi
kondisi psikologis petugas.
Perawatan diri bagi Satuan
Tugas PPKS :
a. Mengelola
stress : Work - Life Balance
b. Membuat
jadwal harian yang mengatur tidak hanya pekerjaan, namun makam, istirahat dan
tidur
c. Belajar
menyeimbangan badan kerja dengan kemampuan yang dimiliki
d. Membantu
orang lain berbeda dengan menyelesaikan masalah semua orang
e. Makan dan
bergaya hidup sehat
f. Edukasi
mengenai penanggulangan stres : Emosi VS Masalah
g. Mengenali
strategi penanggulangan indivdual
Materi 8 : Cyber Crime
Kasus Kekerasan Seksual dan Penanganannya
Materi ini disampaikan oleh Bapak Iman
Pasu Purba, SH.MH. Pada kesempatan tersebut beliau menyoal tentang trend
kekerasan seksual berbasis digital (digital sex abuse).
Internet user di Indonesia :
- Jumlah
pengguna internet di Indonesia per Januari 2023 ini tercatat mencapai 212,9 jt,
menurut laporan terbaru dari We Are Social dan Melwater bertajuk “Digital
2023”. (Kompas, 2023)
- Dari 219,9
jt, 170 jt diantaranya adalah pengguna aktif di media sosial
- Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) pengguna internet mencapai 78,19% pada 2023 / menembus
215.626.156 jiwa dari total populasi yang sebesar 275.773.901 jiwa.
- Survei
Susenas 2021, 62,10% populasi Indonesia (171,26 jt) telah mengakses internet di
tahun 2021 (BPS).
Empat Pilar Literasi Digital :
- Digital
ETIK
- Budaya
Digital
-
Keterampilan Digital
- Keamanan
Digital
Manusia dan Etika, Kodrat manusia
adalah makhluk berakal budi dan makhluk rasional, Naluri manusia ingin meraih
kebahagiaan, Kebaikan tertinggi untuk manusia adalah kebahagiaan (Plato),
Kebahagiaan adalah aktivitas jiwa yang sifatnya paling mulia (Aristoteles),
Kebahagiaan itu hendaknya di raih dengan cara yag beretika.
“Digital Sex Abuse is act of making
someone take part in sexual activities, againts their wishes, or without their
agreement (Cambridge Distionary)”.
Trend Kasus Digital Sex Abuse :
- Pelaku
berkenalan dan komunikasi via IG, WA, Telegram kemudian menjalin relasi sampai
pada berkegiatan seksual online yang di dokumentasikan diam diam dan di ancam
sebar jika berhenti
- Korban ditawari jadi BA produk tertentu, lalu
diminta mengirimkan foto dan vidio telanjang (pelaku lost contact)
- Pelaku dan
korban dalam relasi pacaran, kemudian melakukan aktifitas seksual yang di
dokumentasikan, setelah itu salah satu mengancam sebar jika putus
- Korban di
goda melalui media sosial, lanjut dm, lalu di minta mengirimkan vidio
masturbasi tampak wajah, kemudian diancam sebar jika tidak mengirimkan sejumlah
uang
Dengan kasus trend digital abuse
seperti diatas, maka perlu untuk memerangiya dengan digital etik, diantrnya :
- Perkuat
etika, moral, dan spiritualitas pribadi
- Gunakan
akal untuk berpikir kritis dan rasional ketika berelasi via platfrom digital
- Menjaga
kehormatan dengan menjaga data sensitif yang bernuansa seksualitas
- Tidak
memproduksi konten bernuansa pornografi
- Waspada dan
bersikap bijaksana menjalin relasi via platfrom digital
- Pastikan
keamanan atau perangkat lain yang memuat data berpotensi kekerasan seksual
- Tidak
mengirimkan foto atau vidio bernuansa seksual via platfrom digital
- Tidak
menyebarkan konten konten yang bernuansa pornografi
-
Rasionalisasi nilai kebahagiaan
- Melakukan
kampaye anti kekerasan seksual dengan konten konten kreatif dengan menggunakan
berbagai media sosial.
Perangkat hukum yan menangani digital
sex abuse : UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, UU Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang PPKS, Permendikbutristek PPKS
(Administratif).
Strategi bebas dari digital sex abuse
:
- Pahami
risiko : Edukasi diri tentang jenis jenis kekerasan seksual digital, seperti
penyebaran foto / vidio tanpa izin (revenge porn), peretasan akun, atau
pelecehan daring.
- Keamanan
akun : Pastikan akun media sosial dan email anda memiliki sandi yang kuat.
Aktifkan otentikasi dua faktor untuk meningkatkan keamanan.
- Privasi
online : Tetap waspada tentang informasi yang anda bagikan online. Jangan
berbagi informasi pribadi yang sensitif dengan orang yang tidak anda percayai
sepenuhnya
- Penggunaan
aman perangkat : Pastikan perangkat anda (komputer, ponsel, tablet, dll)
memiliki perangkat lunak keamanan yang terbaru. Hindari megunduh file / klik
tautan dari sumber yang tidak di kenal.
- Jangan
merespon pelecehan : Jika anda menerima pesan / ancaman plecehan, jangan
merespon. Blokir pengirim dan laporkan ke platfrom yang bersangkutan
- Laporkan :
Jika anda menjadi korban kekerasan seksual digital, laporkan ke pihak berwenang
dan platfrom media sosial tempat kejadian tersebut terjadi. Mereka dapat
membantu mengambil tindakan.
- Dukungan
Psikologis : Jika anda merasa terganggu secara emosional atau mental,
pertimbangan untuk mencari dukungan dari seorang profesional kesehatan mental
- Bergabung
dengan Kelompok Dukungan : Cari kelompok dukungan atau komunitas online yang
dapat memberikan dukungan dan sumber daya untuk korban kekerasn seksual digital
- Hak Hukum :
Pahami hak hukum anda dan pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan seorang
pengacara yang berpengalaman dalam kasus ini
- Hati hati
dalam berbagi gambar pribadi : Berpikir 2 kali sebelum membagikan gambar /
vidio pribadi dengan seseorang. Pastikan anda memiliki salinan yang aman dan
terenkripsi jika anda perlu membagikannya.
Share It On: