Sarasehan PPKS bersama Dosen BK dan Pembina Kemahasiswaan

Langkah preventif dan responsif terus dilakukan
Universitas Negeri Surabaya (UNESA) untuk mengantisipasi kekerasan seksual di
kampus. Terbaru, Subdirektorat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
(PPKS) mengadakan 'Sarasehan; Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
Bersama Dosen BK dan Pembinaan Kemahasiswaan' di Auditorium Lantai 11 Rektorat
pada Kamis (13/7/2023).
Kegiatan yang dihadiri perwakilan dosen dan tenaga
pendidik seluruh fakultas ini sebagai langkah nyata UNESA dalam mendeteksi dan
mengatasi berbagai potensi kekerasan menuju lingkungan kampus yang ramah dan
nyaman tanpa kekerasan apapun modelnya.
Wakil Rektor Bidang Hukum, Ketatalaksanaan, Keuangan,
Sumber Daya, dan Usaha, Dr. Bachtiar Syaiful Bachri, M.Pd., mengatakan
kekerasan seksual tidak hanya secara fisik saja, melainkan ada berbagai macam
salah satunya kekerasan verbal.
Dalam mewujudkan kampus zero accident, pihaknya lewas PPKS gencar melakukan upaya pencegahan. “Kegiatan ini bukan hanya menambah wawasan, tetapi juga mendiskusikan bagaimana cara UNESA menjadi kampus yang zero accident kekerasan,” jelasnya.
Karena Pacaran
Iman
Pasu Marganda Hadiarto Purba, S.H., M.H., Kasubdit PPKS menyebut kasus
kekerasan seksual yang sering ditemukan di media sosial yaitu dalam bentuk
mengirim foto atau video tanpa busana. Hal itu dia dapati pada mahasiswa yang
sedang menjalin hubungan atau berpacaran sebesar 84% dari keseluruhan kasus.
“Korbannya kebanyakan perempuan, tetapi korban sering maju mundur dalam melaporkan kasusnya, karena mereka sadar kalau mereka sendiri yang mengajak pelaku yang membuat korban bimbang lantaran tidak hanya merasa depresi tapi juga merasa bersalah,” jelasnya.
Modus Brand
Ambassador
Tak
hanya itu, ratusan kasus dari kalangan mahasiswa sering ditemukan akibat
penipuan yang didasarkan oleh pendaftaran duta merek (brand ambassador).
Kejadian ini terjadi setelah seleksi formal dengan penambahan syarat khusus
yakni mengirimkan dokumentasi perkenalan diri tanpa memakai busana. Pelaku
biasanya menggunakan nomor sekali pakai, sehingga setelah pelaku
mendapatkannya, maka akan meninggalkan korban. Menurutnya, kejadian seperti itu
ibarat bom waktu yang dapat meledak sewaktu-waktu. “Setelah dikirim videonya
entah kapan itu akan tersebar ke media sosial,” tambahnya.
Dr. Mutimmatul Faidah, S.Ag., M.Ag.,
Direktur Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis Kampus, menjelaskan
kekerasan seksual tidak hanya pada pasangan lawan jenis, tetapi juga pada
pasangan sesama jenis. Berbagai kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan
tinggi dia temukan. Pertama, ditemukan paksaan penyebaran konten pornografi
dengan memperlihatkan korban. Hal itu berawal dengan kemauan antara pelaku dan
korban dalam melakukan hubungan intim.
“Pelaku
ini akan mengancam korban dengan penyebaran video korban ke media sosial kalau
hubungan mereka sedang tidak baik atau akan keluar relasi (putus),” bebernya.
Pada kaum homoseksual, sekitar 70% kekerasan seksual dilakukan hingga terjangkit infeksi menular seksual. Suatu pasangan dengan hubungan secara virtual yang tak pernah bertemu, juga sering ditemukan dengan menggunakan fitur aplikasi untuk memuaskan hasrat mereka. Biasanya mereka akan memainkan alat kelaminnya masing-masing menggunakan panggilan video.
Korban Tak Terbuka
Dosen Universitas Negeri Malang, Dr. Muslihati, M.Pd., pada kesempatan itu menyatakan korban kekerasan sering tidak terbuka dalam menjelaskan kejadian yang dialaminya kepada konselor.
Pasalnya, komunikasi konseling sangat penting karena bukan semata-mata pemberian nasihat melainkan proses menggugah hati dan pikiran sehingga muncul solusi dan komitmen korban untuk menjadi lebih baik.
“Peran BK dan pembina kemahasiswaan ini penting, sebab tidak hanya mendampingi, tetapi sebagai pemulihan dan advokasi terhadap korban mahasiswa,” tandasnya.
Dalam menunjukkan komitmen dan kepeduliannya terhadap perlindungan mahasiswa serta menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan, mahasiswa UNESA bisa menyampaikan ke layanan PPKS via 0858-5288-5850, apabila melihat dan/atau mengalami kekerasan seksual.
Share It On: